BudayaPerjalanan

Mappasikarawa Dalam Perkawinan Bugis

Foto Mappasikarawa Dalam Perkawinan Bugis

Saat ini sedang viral video seorang mempelai perempuan menangis saat seorang menuntun mempelai pria menyentuhnya. Prosesi itu adalah mappasikarawa dalam perkawinan Bugis.

Dalam perkawinan Bugis, mappasikarawa adalah salah satu prosesi yang dilakukan setelah akad nikah. Mappasikarawa sendiri dalam bahasa Bugis berarti saling menyentuhkan kedua mempelai. Prosesi ini adalah simbol bahwa keduanya sudah sah dan boleh saling bersentuhan.

Sebelum membahas mappasikarawa dalam perkawinan Bugis, saya ingin membagikan tangkap layar dari akun yang dipercayai sebagai akun mempelai perempuan itu. Pda tangkap layar yang beredar di facebook itu, dia meminta orang-orang berhenti menyebarkan video itu karena sudah sangat terganggu dan tidak nyaman membaca respon netijen.

respon video viral mappasikarawa dalam perkawinan Bugis

Makna Mappasikarawa dalam Perkawinan Bugis

Mappasikarawa adalah sebuah proses yang tak terpisahkan dalam sebuah perkawinan dengan cara mempertemukan pengantin pria dan wanita dalam tempat tertentu yang ditindaklanjuti dengan berbagai perilaku  (gau – gaukeng) khusus oleh orang-orang tertentu dengan harapan agar pengantin tersebut kelak mendapatkan kebahagiaan, kedamaian, keselamatan dan kesejahteraan dalam mengarungi kehidupan berumah tangga.

Setelah ijab kabul, mempelai pria diantar ke kamar di mana mempelai perempuan telah duduk menunggu. Kamar perempuan itu biasanya tertutup dan dijaga oleh keluarga/orang yang dihormati. Mempelai pria tak bisa langsung masuk dengan mudah. Mempelai pria harus memberikan sesuatu pada penjaga pintu kamar. Biasanya berupa uang atau permen. Maknanya adalah mempelai pria tidak mudah mendapatkan si perempuan dan oleh karenanya kelak tidak menyia-nyiakannya.

Setelah mempelai pria berhasil masuk, selanjutnya didudukkan di samping mempelai wanita untuk mengikuti prosesi mappasikarawa dalam perkawinan Bugis ini. Orang yang menuntun mappasikarawa disebut pappasikarawa. Biasanya adalah orang-orang tua yang dipercaya mampu melanggengkan pernikahan dan tentu saja memahami dan mengetahui tata cara dan makna mappasikarawa dalam perkawinan Bugis ini.

Jaman dahulu, ketika perjodohan masih sering berlaku, di mana kedua mempelai tidak saling mengenal satu sama lain sebelum menikah, prosesi mappasikarawa ini penting karena dipercaya dapat menentukan kelangsungan pernikahan mereka kelak.

Oleh karenanya, orang yang dipercaya sebagai pappasikarawa ini tidak boleh sembarangan. Setidaknya tau bagian tubuh mana yang boleh dan tabu disentuh dan juga makna dari sentuhan pada bagian anggota tubuh itu. Juga tahu doa apa yang mesti ia panjatkan ketika menuntun mempelai pria menyentuh istrinya.

Mappasikarawa dalam perkawinan Bugis
sumber: https://www.instagram.com/p/BwlXL-HgajL/

Tata Cara Mappasikarawa

Proses pertama dalam mappasikarawa adalah mempertemukan jempol kedua mempelai. Pappasikarawa kemudian meminta mempelai pria memasukkan kuku ke sela kuku jempol perempuan selama 2-3 detik. Selanjutnya bergantian, mempelai perempuan memasukkan ujung kuku jempolnya ke sela kuku mempelai pria.

Makna dari pertemuan dua jempol ini adalah harapan kelak keduanya tidak egois dan mau bekerja sama dalam membangun rumah tangga yang berkah. Saat proses ini mempertemukan jempol kedua mempelai, pappasikarawa akan membacakan doa.

Setelah mempertemukan kedua jempol kedua mempelai, selanjutnya pappasikarawa akan menuntun tangan mempelai pria menyentuh anggota tubuh lainnya dari mempelai perempuan. setiap sentuhan anggota tubuh ini memiliki makna dan harapan tersendiri.

Paling umum adalah pappasikarawa akan menuntun jari mempelai pria ke pangkal lengan mempelai perempuan. Lengan adalah simbol bekerja. Dengan menyentuh pangkal lengan mempelai perempuan, nantinya mereka diharapkan mau dan mampu bekerja keras sehingga keluarga mereka tidak kekurangan rejeki.

Bagian tubuh yang lain yang biasanya disentuh dalam mappasikarawa adalah dada bagian atas. Harapannya adalah dapat mendatangkan rezeki yang melimpah seperti tingginya gunung. Di dalam video yang viral itu, pappasikarawa menuntun mempelai laki-laki menyentuh bagian ini.

Dalam kasus perkawinan karena perjodohan alias bukan kemauan mereka melainkan hanya kemauan orang tua, di mana kedua mempelai belum saling mengenal satu sama lain, biasanya pappasikarawa akan menyentuhkan jari mempelai pria ke bagian bawah daun telinga (teddona) atau hidung mempelai perempuan. Sentuhan ini bermakna ‘riteddoi‘ artinya ditundukkan atau dibuat patuh kepada suaminya. Analogi dengan kerbau, jika kerbau dicucuk hidungnya, maka apapun yang dilakukan padanya ia akan tetap tunduk dan mengikuti segala perlakukan tuannya. 

Ada pun bagian tubuh lain yang disentuh saat prosesi mappasikarawa ini adalah; hidung, dengan harapan nantinya suami dapat mencium dan menyukai aroma masakan istri, perut, harapannya adalah agar keduanya kelak tidak mengalami kelaparan dengan anggapan bahwa perut selalu terisi. Juga, berjabat tangan dengan harapan keduanya bisa bekerja sama meredam efek negatif dari kesalahpahaman yang mungkin terjadi dalam kehidupan rumah tangga mereka.

Selain bagian tubuh yang sebaiknya disentuh seperti disebutkan di atas, sebagian masyarakat Bugis juga percaya ada bagian tubuh yang sebaiknya jangan disentuh karena akan membawa kesialan atau musibah bagi keduanya. Misalnya, mengarahkan tangan mempelai laki-laki ke bagian tengah leher paling bawah (edda), dan kepala dahi paling atas perbatasan kepala paling depan (buwu).

Menurut kepercayaan sebahagian masyarakat bahwa bagian itu dilarang atau sedapat-dapatnya tidak disentuhkan ke arah bagian itu karena dapat menyebabkan salah satu diantaranya berumur pendek, apakah laki-laki atau perempuannya. Hal tersebut disebabkan karena kedua bagian anggota tubuh tersebut adalah berlubang sebagai simbol kuburan.

Bagi masyarakat modern, prosesi ini mungkin tidak lagi relevan mengingat umumnya pernikahan terjadi setelah melalui proses pacaran. Kedua mempelai kemungkinan besar sudah saling bersentuhan satu sama lain sebelum menikah. Namun, tradisi tetap perlu dilestarikan untuk menjaga adat istiadat yang memiliki makna dan harapan baik bagi kehidupan keluarga kedua mempelai kelak di kemudian hari.

Jika Berkenan Silakan Komentar di Sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.